Langsung ke konten utama

Postingan

Grief

Postingan terbaru

Menasihati Diri

Berbicara tentang nasihat, aku melihat diriku tak pantas untuk memberikannya. Sebab, nasihat seperti zakat. Nisab-nya adalah mengambil nasihat atau pelajaran un­tuk diri sendiri. Siapa yang tak sampai pada nisab, bagaimana ia akan mengeluarkan zakat? Orang yang tak memiliki cahaya tak mungkin dijadikan alat penerang oleh yang lain. Bagaimana bayangan akan lurus bila kayunya bengkok? Allah Swt. mewahyukan kepada Isa bin Maryam, “Nasihatilah dirimu! Jika engkau telah mengambil nasihat, maka nasihatilah orang-orang. Jika tidak, malulah kepada-Ku.” Nabi kita saw bersabda, “Aku tinggal­kan untuk kalian dua pemberi nasihat: yang berbicara dan yang diam.” Pemberi nasihat yang berbicara adalah Alquran, se­dangkan yang diam adalah kematian. Keduanya sudah cukup bagi mereka yang mau mengambil nasihat. Siapa yang tak mau mengambil nasihat dan keduanya, bagai­mana ia akan menasihati orang lain? Aku telah menasi­hati diriku dengan keduanya. Lalu aku pun membenar­kan dan menerimanya

Jangan Lupa Bahagia

Minggu sore ini saya gunakan sedikit waktu luang saya untuk menulis, berbagi, atau mungkin lebih tepatnya menumpahkan curahan hati ke benda mati yang hidup "dunia maya". Sehari-hari hanya ditemani aktivitas yang membuat wajah merengut, otak memanas, badan membungkuk, dan hati mengering. Tugas ini, tugas itu, amanah ini, amanah itu, membuat waktu kian terasa kilatnya. Rasanya begitu tidak adanya jarak antar minggu.  Isu-isu masyarakat juga memekikkan telinga. Bukan orang yang peka memang, tapi setidaknya ada sedikit hal yang saya tahu tentang keadaan di sekitar. Mulai dari masalah negara, daerah, hingga lingkup pendidikan. Setiap orang sibuk dengan kesibukkannya. Sibuk menyibukkan urusannya. Sibuk menjadikan dirinya sibuk.  Apakah kesibukkan itu pasti ada dalam setiap individu? Saya pikir ia.  Setiap orang pasti sibuk. Setidaknya orang yang menganggur pun sibuk dengan pikiran-pikirannya. Ada yang mengeluh dengan kesibukkan yang diciptakannya sendiri. Ada pula yang b

Socio-preneur

SOCIO-PRENEUR Saat ini, di Indonesia banyak kita temukan fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Salah satunya adalah tingginya persentase lulusan sarjana yang menanggur atau bekerja dibawah standar kemampuannya. Bayangkan jika para lulusan sarjana saja banyak yang menganggur atau hanya sekedar ada pekerjaan, bagaimana nasib masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dibandingkan lulusan perguruan tinggi. Terlebih lagi, perekonomian negara kita dan industri negara kita ditantang dengan adanya   persaingan pasar global. Fenomena-fenomena tersebut sebenarnya hanya merupakan sedikit gambaran fenomena yang terjadi di Indonesia. Berbagai hal ini membutuhkan solusi. Salah satu jawaban dari berbagai fenomena tersebut adalah dengan adanya socio-preneur. Socio-preneur merupakan seorang wirausahawan sosial dimana mereka melakukan usaha yang berorientasi pada kinerja keuangan dan kinerja sosial. Pada orientasi kinerja keuangan, seorang socio-preneur berusaha untuk mendapatkan profi

bukan sastra

Duhai Pemilik jiwa-jiwa.. Ternyata usiaku sudah sampai pada saat ini. Saat dimana banyak perasaan gundah singgah. Saat dimana ‘katanya’ memasuki tahap dewasa awal. Saat dimana kujumpai problematika yang lebih kompleks dari sekedar urusan sekolah. Perbincanganku kini sudah semakin serius. Bahasannya pun tak sebatas permukaan. Aku dituntut untuk ‘peka’ katanya. Aku dituntut untuk bersikap dewasa. Wahai Yang Membolak-balikkan hati.. Aku memang hamba-Mu yang jahil Bodoh aku dalam memaknai hidup Terlena aku di dunia Lalai diriku akan mengingatMu Apakah kini hatiku telah sakit? Sakit karena tak patuh kepadaMu Sakit karena mementingkan nafsu Sakit karena bermain dengan aturanMu Jika aku salah, luruskan Jika aku lemah, kuatkan Jika aku ragu, yakinkan Sungguh tiada yang lebih pasti dari janjiMu Aku memang tak pandai dalam menulis, bicara ataupun dalam sastra. Tapi ini caraku mengungkapkan apa tertahan lewat lisan.

PSYCHO SHOES @Bandung Creative Week May 21-24th 2015

the essential of marriage

Bismillahirrahmaanirrahiim.. Kali ini saya akan membahas mengenai pernikahan. Walaupun belum saya belum menikah, tapi saya tertarik untuk membahas masalah ini. Menurut saya pribadi, wajar bagi seorang bagi tiap manusia, contohnya seperti saya ini untuk membahas tema yang satu ini.  Awalnya saya memilih topik ini karena kepenatan sekaligus ketertarikan saya pada perkembangan keluarga di mata kuliah Perkembangan Kehidupan Keluarga (PKK). Tapi ini sangatlah penting untuk dipelajari. Melalui rujukan suatu buku terbitan tahun 1977 dari USA ini, kita sebagai anak psikologi tahu bahwa dalam pernikahan atau dalam berkeluarga terdapat tahapan-tahapan tugas perkembangan keluarga. Dalam setiap pernikahan, setiap pasangan akan melewati urutan perubahan dalam komposisi, peran, dan hubungan dari saat pasangan menikah hingga mereka meninggal yang disebut sebagai Family Life Cycle (Hill & Rodgers, dalam Sigelman & Rider, 2003). Duvall (dalam Lefrancois, 1993) membagi tahapan fam