Senin, 30 Mei 2022
Pukul 19.24 CET tepatnya di Goteburg, Swedia. Hampir 1 tahun kepulangan bapak, tapi aku masih merasakan sedih yang mendalam ketika ada hal yang menjadi trigger emosi ini muncul.
Rasanya lupa kalau bapak benar-benar sudah tidak ada di dunia ini. Mungkin karena mulai terbiasa jauh dari keluarga besar, rasanya semua masih sama tapi beda negara aja. Aku di Swedia, mereka semua di Indonesia.
Aku memilih menulis sebagai ruang ceritaku. Tiba-tiba aku ingat punya blog ini yang sudah lama tidak di update. Sebenarnya aku pengen banget berbagi duka, nulis status WA, ig atau bercerita langsung ke orang terdekat. Tapi rasanya susah banget. Bingung mau memulai dari mana. Khawatir dianggap cengeng, baper dan dianggap bukan hal penting.
Mungkin ada penyesalan yang masih tertinggal. Pengandaian-pengandaian sebelum kepergiannya. Kalau saja waktu itu aku begini dan begitu. Tapi aku juga tau, semua adalah bagian dari takdir. Syukurnya aku punya pegangan hidup yang menenangkanku saat sedih. Kehilangan, kesusahan, kepayahan, senang, sedihku karena kehendak Tuhanku.
Mendengar kajian atau ceramah juga mengingatkanku kembali bahkan perpisahan itu tidaklah harus menyedihkan. Hakikatnya orang yang dipanggil adalah seruan Tuhan, dia kembali kepada pemiliknya. Realitanya, hiduplah yang menyedihkan. Melalaikan manusia dari tujuan penciptaannya.
Oh iya, setiap kali aku inget bapak, rasanya momen-momen pas barengan itu keinget lagi. Apalagi pas ngeliat bapak pas sakit, rasanya kayak lagi muter film di otak. Mulai dari masa kecil dulu tiap tahun bapak kasih kado pas aku ulang tahun. Isinya sederhana, cuma alat tulis. Tapi entah itu masih teringat sampe sekarang. Terus dulu pas masih keceil seringkali pas malam minggu jam 2 pagi aku bangun buat nonton wayang di TV. Ada lagi pas SMP dianterin tiap hari ke sekolah pake motor supra jadul, dengan setelah jaket bapak yang ngegelembung sampe diledekin tompel. Aku juga inget pernah ke kantor bapak naik kereta yang pas turunnya gak ada peronnya itu lho pak.
Kita sama-sama besar tanpa terbiasa mengungkapkan isi hati. Aku emang cengeng, tapi aku gak menjelaskan kenapa aku menangis. Aku tidak terbiasa curhat dengan siapa pun. Tidak terbuka tentang kehidupanku. Jadi rasanya sulit dan bingung kalau diminta ceritain kenapa sedih? Nganu lho.. itu..
Kok cepet banget sih waktu berlalu, kemarin baru lulus SMA, sekarang aku sudah menikah dan hampir kepala tiga. Diluar aku coba bersikap sebagai mana usiaku. Tapi dilain waktu aku bertingkah seperti anak kecil.
Mungkin nanti pas aku atau oranglain baca tulisan ini akan malu sendiri, saat menulis ini aku tidak peduli. Menyadari betapa alaynya nulis beginian. Tapi dengan sadar aku menulis ini dengan penuh emosi, menuangkannya dalam tulisan dan membekukannya dalam sebuah kenangan.
Aku berharap pada Allah, semoga selalu dibimbing aku dan keluargaku. Juga orang-orang yang kusayang. Aku pengen kita semua bisa kumpul lagi ditempat yang kekal di surgaNya.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu
Komentar